Minggu, 07 Desember 2014

Kewajiban amar ma'ruf nahi munkar bagi seorang Muslim

Jika kita melihat di zaman sahabat Rasulullah saat Abu Bakar dalam pidato politiknya yang pertama beliau berkata, “Wahai rakyat, aku dipilih memimpin kalian bukan berarti terbaik dari kalian. Kalau aku benar, dukunglah dan kalau salah, luruskan. Kejujuran adalah amanat, kebohongan adalah khianat. Orang kuat di antara kalian adalah orang lemah disisiku sampai kuambil hak daripadanya. Orang lemah diantara kalian adalah kuat di sisiku sampai kuambilkan hak untuknya, insnya Allah. Tidaklah suatu kaum meninggalkan jihad di jalan Allah, melainkan ditimpakan kehinaan. Tidaklah suatu kebejatan (gay) melanda suatu bangsa, kecuali Allah akan meratakan siksaannya. Taatlah kepadaku, selama aku taat kepada Allah. Bila aku melanggar Allah dan Rasul-Nya, tidak usah ditaati. Lakukanlah shalat kalian semoga Allah merahmati kalian.
Prinsip dasar itu diikuti oleh Umar bin Khatab, bermodal jiwa besar, ia berkhotbah, “Barangsiapa mendapatkan ketidakberesan padaku, hendaklah diluruskan.” Lalu berdiri seorang seraya berkata, “Sungguh kalau anda tidak beres kami akan luruskan dengan pedang kami.” Umar tidak marah sambil menyambut dengan ungkapannya, “Alhamdulillah segala puji bagi Allah yang telah menjadikan diantara umat Muhammad Shallalahu alaihi wa sallam ada yang berani meluruskan Umar dengan pedangnya.”
Selain kebesaran jiwa pemimpin, hal itu menunjukkan keberanian umat islam dalam memantau, hal itu menunjukkan kebernaian umat islam dalam memantau sepak terjang pemimpinnya. Mempertanyakan sikap dan perilaku perimpin bukanlah suatu hal yang tabu bagi umat Islam. Suatu kali Umar bin Khattab berceramah, “Wahai rakyat dengarkanlah dan taati, Maka berdiri seseorang; “Tidak perlu mendengar dan taat wahai Ibnu Khatab.” Umar bertanya: kenapa? Orang itu memprotes, anda telah membagi-bagi harta rampasan perang dan setiap orang dapat satu baju, sementara kami melihat anda memakau dua baju, dari mana yang satunya? Umar menjawab, “Hai Abdullah bin umar (anaknya) berdiri dan jelaskan. Abdullah bin umar berkata, “Aku melihat baju ayahku pendek, maka aku berikan bajuku kepadanya supaya cukup.”
Demikian keberanian rakyat dalam Islam mempertanyakan kekayaan pemimpinnya. Mengapa demikian? Karena kepimpinan bukan suatu prestasi untuk mengumpulkan kekayaan dan tidak pula diperoleh dengen mengahambur-hamburkan kekayaan. Tetapi kepemimpinan adalah amanah yang tanggung jawab besar sekali.
Alhamdulillah dari beberapa oramas Islam di Indonesia berani untuk beramar maruf nahi munkar seperti demontrasi mentang kedatangan lady gaga, demontrasi menentang missword, dan yang terakhir demontrasi anti Syiah.
Seorang Muslim bukanlah semata-mata baik terhadap dirinya sendiri, melakukan amal saleh dan meninggalkan maksiat serta hidup di lingkungan khusus, tanpa peduli terhadap kerusakan yang terjadi di masyarakatnya. Muslim yang benar-benar Muslim adalah orang yang saleh pada dirinya dan sangat antusias untuk memperbaiki orang lain. Dialah yang digambarkan oleh Allah Swt dalam QS Al-‘Ashr,
“Demi masa. Semua manusia kelak akan celaka di akhirat. Orang-orang yang tidak celaka kelak di akhirat henyalah orang-orang yang beriman dan beramal shalih dengan penuh kesabaran” (QS Al-‘Ashr: 1-3).
Sejarah (Islam) belum pernah mencatat suatu masa seperti saat ini; tentang lemahnya keyakinan, kerusakan akhlak, penyimpangan dari batas-batas agama dan meninggalkan amar ma’ruf dan nahi munkar, yang keduanya merupakan pagar (dinding) bagi (agama) Islam dan sebagai bukti atas wujud adanya keimanan.
Dan tiada suatu umat, dimana masyarakatnya telah meninggalkan amar ma’ruf dan nahi munkar, melainkan Allah akan menghinakan mereka dan mencabut cahaya ilmu dari hati sanubari para ulamanya. Justru, kesesatan serta kejahilan terhadap segala persoalan agama dan urusan dunia akan meliputi para awam, sehingga mereka tidak dapat membedakan antara kemajuan dan kemunduran.
Tentang keadaan di atas, Firman Allah SWT. :
“Apakah orang-orang yang berbuat kejahatan itu menyangka, bahwa Kami akan menjadikan mereka seperti orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang salih.” (Al Jatsiah 21)
Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala  telah memisahkan mereka yang beriman daripada yang tidak beriman, pada urutan ayat ini. Mereka disifati dengan saling membantu untuk menyuruh mengerjakan yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, serta (mereka) mendirikan salat dan menunaikan zakat.
Imam Al Ghazali berkata : “Sesungguhnya aku telah mendapatkan pengertian dari ayat ini, bahwa barangsiapa yang meninggalkan amar ma’ruf dan nahi munkar, maka ia jelas telah keluar dari keimanan.”
Dan yang memperkuatkan atas ini adalah, sabda dari Rasulullah saw. : “Barangsiapa di antara kalian melihat suatu perbuatan munkar lalu mengubah dengan tangannya, maka ia sudah terbebas dari kesalahan. Dan barangsiapa yang tiada sanggup untuk mengubah dengan tangannya, lalu mengubah dengan lisannya, maka sungguh ia sudah terbebas dari kesalahan. Dan barangsiapa tiada sanggup untuk mengubah dengan lisannya, lalu mengubah dengan hatinya (yakni mengingkarinya), maka ia sudah terbebas dari kesalahan. Dan yang terakhir adalah tingkatan iman yang terlemah.” (HR. An Nasai)
Kita wajib menyampaikan walaupun terhadap orang-orang kafir yang jelas akan di azab dan di siksa dari neraka, karena nanti kalau kita tidak menyampaikan kepada mereka akan di salahkan oleh Allah kenapa tidak memberi nasihat
Wahai Muhammad, ingatlah ketika sebagian pendeta Yahudi berkata kepada pengikutnya; “Mengapa kalian memberi masehat kepada teman-teman kalian yang durhaka yang Allah akan dinasakan atau Allah akan adzab mereka di akhirat dengan adzab yang berat? Mereka berkata; “Kami tidak ingin disalahkan oleh Tuhan kalian kelak di akhirat. Mudah-mudahan orang-orang yang durhaka itu mau taat kepada Allah (QS Al-Araaf 164).
Orang yang paling tinggi kedudukannya di sisi Allah adalah orang yang paling banyak menasehati sesama (tentunya sesudah dia sendiri mengamalkannya).
Rasulullah Shallalahu alaihi wasalam bersabda, “Orang yang paling tinggi kedudukannya di sisi Allah pada hari kiamat ialah yang paling banyak berkeliling di muka bumi dengan bernasihat kepada manusia (makhluk Allah).” (HR. Ath-Thahawi)
Al-Fudhail bin Iyadh berkata, “Seseorang tidak mendapatkan status yang tinggi diantara kami dikarenakan sering shalat atau puasa sunnah, melainkan mendaptaknnya karena kemudahan jiwa, kelapangan dada dan ketulusan dalam memberi nasehat”

http://www.arrahmah.com/kajian-islam/kewajiban-amar-maruf-nahi-munkar-muslim.html

0 komentar:

Posting Komentar